Sabtu, 28 April 2012

MISTERI ATLANTIS YANG SEBENARNYA



Kita telah mengenal Atlantis yang legendaris sejak lama. Selain menarik minat para arkeolog dan penjelajah, Atlantis juga menarik perhatian para panganut new age, ufolog hingga nazi Jerman. Bahkan beberapa orang mengatakan bahwa bangsa Atlantis adalah sekelompok ras super keturunan alien yang memiliki teknologi tinggi. Tapi ngomong-ngomong, berapa banyak dari kalian yang pernah membaca buku Timaeus dan Critias tulisan Plato ? Selalu ada perdebatan apakah Atlantis yang dideskripsikan oleh Plato merupakan sebuah fiksi atau kenyataan. Saya sama sekali tidak kesulitan untuk menerima teori bahwa Atlantis adalah sebuah bangsa yang benar-benar ada dalam sejarah. Namun sepertinya saya mengalami kesulitan untuk menerima teori yang mengatakan bahwa Atlantis adalah negeri para dewa, Ras super keturunan alien dengan teknologi super tinggi, atau teori para penganut new age yang menganggap Atlantis sebagai sebuah benua mistik yang memiliki peranan signifikan dalam kehidupan umat manusia.

Hitler bahkan percaya bahwa bangsa Arya adalah keturunan langsung dari Atlantis yang membuat ia memerintahkan pencarian benua ini.

Jadi saya memutuskan untuk membaca langsung dari sumber legenda Atlantis, yaitu Timaeus dan Critias karangan Plato yang ditulis pada tahun 347 SM. Tentu saja kalian tahu bahwa manusia cenderung membesar-besarkan sesuatu. benar kan ? Jadi saya harus mencari tahu sendiri apa yang dikatakan Plato mengenai Atlantis.

Dan saya tidak menemukan satupun deskripsi yang mengindikasikan bahwa ras Atlantis adalah ras super keturunan alien dengan teknologi super tinggi. Teknologi dan kemampuan yang dideskripsikan Plato mengenai Atlantis sebenarnya sama saja dengan teknologi yang dimiliki oleh bangsa purba lainnya seperti Yunani, Cina dan Mesir. Bahkan, dalam tulisan Plato disebutkan bahwa Bangsa Atlantis kalah berperang dengan Yunani (Saya percaya kalian belum pernah mendengar soal ini).

Mungkin yang membuat orang berpikir bahwa mereka keturunan alien adalah karena Plato menyatakan bahwa bangsa Atlantis berasal dari keturunan Poseidon, Dewa Samudera Yunani (ini berlaku bagi mereka yang mempercayai teori bahwa dewa-dewa masa purba adalah alien).

Tapi menariknya, jika kita meneliti kisah-kisah legenda masa purba dari Cina kuno, Sumeria, Mesir, Yunani dan bahkan Indonesia, kita juga akan menemukan legenda yang menceritakan bahwa mereka adalah keturunan langsung para Dewa. Jadi saya menganggap, Legenda Atlantis tidak jauh berbeda dengan legenda suku bangsa lainnya. (Maaf untuk penggemar Atlantis)

Tapi ada banyak hal menarik yang bisa dipelajari dari kisah Atlantis. Dan bagi yang belum mengetahuinya, di bawah ini saya sertakan deskripsi singkat mengenai Atlantis.

Potongan-potongan kalimat ini saya terjemahkan dari Timaeus dan Critias versi Inggris terjemahan Benjamin Jowett. Kalian juga dapat mendownloadnya sendiri dengan mengklik link sumber di akhir tulisan ini.

Timaeus dan Critias adalah sebuah buku yang ditulis dalam rupa dialog yang terjadi antara Timaeus, Critias, Hermocrates dan Socrates. Dalam buku itu, kisah Atlantis diceritakan oleh Critias yang mendengar kisah itu dari kakeknya yang juga bernama Critias. Sedangkan Critias (sang kakek) mendengarnya dari Solon. Dan Solon mendengarnya dari para pendeta Mesir.

Timaeus hanya sedikit menyinggung soal Atlantis. Sedangkan Critias lebih banyak mendeskripsikan Atlantis. Namun, Critias sepertinya belum diselesaikan oleh Plato sehingga kita hanya mendapat sepenggal kisah Atlantis. Tapi paling tidak cukup untuk mengambil pelajaran dari bangsa yang luar biasa ini.

Lokasi Atlantis
"Kekuatan ini datang dari samudera Atlantik. Pada waktu itu, samudera Atlantik dapat dilayari dan ada sebuah pulau yang terletak di hadapan selat yang engkau sebut pilar-pilar Herkules. Pulau itu lebih luas dibandingkan dengan gabungan Libya dan Asia dan pilar-pilar ini juga merupakan pintu masuk ke pulau-pulau lain di sekitarnya, dan dari pulau-pulau itu engkau dapat sampai ke seluruh benua yang menjadi pembatas laut Atlantik. Laut yang ada di dalam pilar-pilar Herkules hanyalah seperti sebuah pelabuhan yang memiliki pintu masuk sempit. Namun laut yang di luarnya adalah laut yang sesungguhnya, dan benua yang mengelilinginya dapat disebut benua tanpa batas. Di wilayah Atlantis ini, ada sebuah kerajaan besar yang memerintah keseluruhan pulau dan pulau lain disekitarnya serta sebagian wilayah di benua lainnya" (Timaeus)

Asal mula bangsa Atlantis
"Sebelumnya aku telah berbicara mengenai pembagian wilayah yang diadakan bagi para dewa dan bagaimana mereka tersebar ke seluruh dunia dalam proporsi yang berbeda-beda. Dan Poseidon, menerima bagiannya, yaitu pulau Atlantis." (Critias)

"Di tengah-tengah pulau itu ada sebuah dataran yang dianggap terbaik dan memiliki tanah yang subur. Di situ ada sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi di masing sisi-sisinya. Di gunung itu tinggal seorang pria fana bernama Evenor yang memiliki seorang istri bernama Leucippe. Mereka memiliki satu anak perempuan bernama Cleito. Ketika Cleito telah dewasa, ayah dan ibunya meninggal dunia. Poseidon jatuh cinta dan bersetubuh dengannya." (Critias)

Karakteristik Tanah Atlantis
"Poseidon lalu memecahkan tanah di sekitar bukit tempat tinggal Cleito sehingga bukit itu terpisah dari dataran lain. Bukit itu sekarang dikelilingi oleh laut yang berbentuk lingkaran. Poseidon membuat dua bagian daratan seperti ini sehingga jumlahnya menjadi dua daratan yang dikelilingi tiga wilayah perairan." (Critias)

"Masing-masing daratan memiliki sirkumferen yang berjarak sama dari tengah pulau tersebut. Jadi tidak ada satu orang dan satu kapalpun yang dapat mencapai pulau itu. Poseidon lalu membuat dua mata air di tengah-tengah pulau, satu air hangat dan satu lagi air dingin. ia juga membuat berbagai macam makanan muncul dari tanah yang subur." (Critias)

Nenek Moyang bangsa Atlantis
"Poseidon dan Cleito memiliki lima pasang anak kembar laki-laki. Ia lalu membagi pulau Atlantis menjadi sepuluh bagian. Ia memberikan kepada anak tertua dari pasangan kembar pertama tempat kediaman ibu mereka dan wilayah yang mengelilinginya yang merupakan tanah terluas dan terbaik. Ia juga menjadikannya raja atas saudara-saudaranya. Poseidon memberi nama anak itu Atlas. Dan karenanya seluruh pulau dan samudera itu disebut Atlantik." (Critias)

Kemakmuran Bangsa Atlantis
"Tanah Atlantis adalah tanah yang terbaik di dunia dan karenanya mampu menampung pasukan dalam jumlah besar." (Critias)

"Tanah itu juga mendapatkan keuntungan dari curah hujan tahunan, memiliki persediaan yang melimpah di semua tempat." (Critias)

"Orichalcum bisa digali di banyak wilayah di pulau itu. Pada masa itu Orichalcum lebih berharga dibanding benda berharga apapun, kecuali emas. Di pulau itu juga banyak terdapat kayu untuk pekerjaan para tukang kayu dan cukup banyak persediaan untuk hewan-hewan ternak ataupun hewan liar, yang hidup di sungai ataupun darat, yang hidup di gunung ataupun dataran. Bahkan di pulau itu juga terdapat banyak gajah" (Critias)

Struktur Masyarakat Atlantis
"Pada masa itu, wilayah Atlantis didiami oleh berbagai kelas masyarakat. Ada tukang batu, tukang kayu, ada suami-suami dan para prajurit. Bagi para prajurit, mereka mendapat wilayah sendiri dan semua keperluan untuk kehidupan dan pendidikan disediakan dengan berlimpah. Mereka tidak pernah menganggap bahwa kepunyaan mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka menganggapnya sebagai kepunyaan bersama. Mereka juga tidak pernah menuntut makanan lebih banyak dari yang dibutuhkan." (Critias)

"Para prajurit ini tinggal di sekitar kuil Athena dan Hephaestus di puncak bukit. Di tempat itu mereka kemudian membuat pagar untuk melindungi tempat itu. Di sebelah utara, mereka membangun ruangan untuk makan di musim dingin dan membuat bangunan-bangunan yang dapat digunakan untuk kebutuhan bersama." (Critias)

"Mereka tidak memuja emas dan perak karena bagi mereka, semua itu tidak ada gunanya. mereka juga membangun rumah sederhana dimana anak-anak mereka dapat bertumbuh." (Critias)

'Inilah cara mereka hidup, mereka menjadi penjaga kaum mereka sendiri dan menjadi pemimpin bagi seluruh kaum Helenis yang dengan sukarela menjadi pengikut mereka. Lalu mereka juga menjaga jumlah perempuan dan laki-laki dalam jumlah yang sama untuk berjaga-jaga bila terjadi perang. Dengan cara inilah mereka mengelola wilayah mereka dan seluruh wilayah Hellas dengan adil. Atlantis menjadi sangat termashyur di seluruh Eropa dan Asia karena ketampanan dan kebaikan hati para penduduknya." (Critias)

Teknologi Atlantis
"Mereka membangun kuil, istana dan pelabuhan-pelabuhan. Mereka juga mengatur seluruh wilayah dengan susunan sebagai berikut : pertama mereka membangun jembatan untuk menghubungkan wilayah air dengan daratan yang mengelilingi kota kuno. Lalu membuat jalan dari dan ke arah istana. Mereka membangun istana di tempat kediaman dewa-dewa dan nenek moyang mereka yang terus dipelihara oleh generasi berikutnya. Setiap raja menurunkan kemampuannya yang luar biasa kepada raja berikutnya hingga mereka mampu membangun bangunan yang luar biasa besar dan indah." (Critias)

"Dan mereka membangun sebuah kanal selebar 300 kaki dengan kedalaman 100 kaki dan panjang 50 stadia (9 km). Mereka juga membuat jalan masuk yang cukup besar untuk dilewati bahkan oleh kapal terbesar dan Lewat kanal ini mereka dapat berlayar menuju zona terluar." (Critias)

Kehancuran Pulau Atlantis
"9.000 tahun adalah jumlah tahun yang telah berlangsung sejak perang yang terjadi antara mereka yang berdiam di luar pilar-pilar Herkules dengan mereka yang berdiam di dalamnya. Perang inilah yang akan aku deskripsikan." (Critias)

"Pasukan yang satu dipimpin oleh kota-kota Athena. Di pihak lain, pasukannya dipimpin langsung oleh raja-raja dari Atlantis, yaitu seperti yang telah aku jelaskan, sebuah pulau yang lebih besar dibanding gabungan Libya dan Asia, yang kemudian dihancurkan oleh sebuah gempa bumi dan menjadi tumpukan lumpur yang menjadi penghalang bagi para penjelajah yang berlayar ke bagian samudera yang lain." (Critias)

"Banyak air bah yang telah terjadi selama 9.000 tahun, yaitu jumlah tahun yang telah terjadi ketika aku berbicara. Dan selama waktu itu juga telah terjadi banyak perubahan. Tidak pernah terjadi dalam sejarah begitu banyak akumulasi tanah yang jatuh dari pegunungan di satu wilayah. Namun tanah telah berjatuhan dan menimbun wilayah Atlantis dan menutupinya dari pandangan mata." (Critias)

"Karena hanya dalam semalam, hujan yang luar biasa lebat menyapu bumi dan pada saat yang bersamaan terjadi gempa bumi. Lalu muncul air bah yang menggenang seluruh wilayah." (Critias)

"Namun sesudah itu, muncul gempa bumi dan banjir yang dashyat. Dan dalam satu hari satu malam, semua penduduknya tenggelam ke dalam perut bumi dan pulau Atlantis lenyap ke dalam samudera luas. Dan karena alasan inilah, bagian samudera disana menjadi tidak dapat dilewati dan dijelajahi karena ada tumpukan lumpur yang diakibatkan oleh kehancuran pulau tesebut." (Timaeus)

Penutup - Pelajaran dari Atlantis
"Selama banyak generasi, karakter yang mulia hidup di dalam diri mereka, mereka patuh kepada hukum dan memiliki ketertarikan yang kuat kepada dewa. Mereka memiliki jalan hidup yang baik, menggabungkan kelemahlembutan dengan kebijaksanaan di dalam berbagai aspek kehidupan dan dalam hubungannya dengan sesama." (Critias)

"Mereka tidak mau mengangkat senjata melawan sesamanya, dan mereka akan segera bergegas menolong rajanya ketika ada usaha untuk menggulingkannya. Mereka menolak segala kejahatan dan hanya melakukan kebaikan. Mereka hanya menaruh sedikit perhatian untuk kehidupan mereka sendiri. Mereka menganggap remeh harta benda emas dan perak yang sepertinya hanya menjadi beban bagi mereka." (Critias)

"Bahkan ketika mereka berkelimpahan di dalam kemewahan, mata hati mereka tidak dibutakan olehnya. Mereka sadar bahwa kekayaan mereka akan bertambah oleh perbuatan baik dan persahabatan antara satu dengan yang lain yang juga disertai dengan penghormatan antara sesama. Karakter-karakter semacam itu terus bertumbuh di antara mereka." (Critias)

"Namun, karakter-karakter mulia tersebut mulai memudar dan menjadi terlalu sering dikompromikan. Mereka bercampur dengan sifat-sifat duniawi, dan sifat itu kemudian menjadi pengendali. Karena itu mereka tidak mampu lagi menanggung kekayaan yang mereka miliki. Mereka mulai berperilaku tidak sepantasnya dan mata mereka menjadi rabun karena mereka telah kehilangan harta mereka yang paling berharga." (Critias)

"Zeus, raja para dewa yang memerintah berdasarkan hukum dan mampu melihat perbuatan-perbuatan jahat yang mereka lakukan mulai mencanangkan hukuman bagi ras yang terhormat itu supaya mereka dapat disadarkan dan dimurnikan. Lalu ia mulai mengumpulkan para dewa dari tempat kediaman masing-masing. Setelah mereka semua berkumpul, Zeus berkata : ....." (Critias)

Dan dengan kalimat itulah Critias berakhir, tidak terselesaikan. Jadi kita tidak akan pernah tahu apa yang ingin dikatakan oleh Zeus. Tapi bahkan walaupun buku ini tidak pernah terselesaikan, pengaruhnya terhadap umat manusia jauh lebih besar dibandingkan dengan ribuan buku lainnya.

7 SIKAP WANITA YANG MEMBUAT PRIA TIDAK NYAMAN



Kerap kali wanita tidak sadar kalau kelakuannya membuat pria merasa resah atau jengkel. Jangan biarkan hal ini terus berkelanjutan atau akan mengancam hubungan Anda dan pasangan. Sebagai seorang wanita, Anda harus tahu banyak hal yang bisa membuat pria tidak nyaman.

Dikutip dari Madame Noire, berikut tujuh sikap yang dapat membuat pria risih di samping Anda. Untuk itu, pahamilah dan perhatikan kembali sikap Anda supaya hubungan semakin langgeng kedepannya.

1. Mengulang Pertanyaan yang Sama
Wanita suka mengulang pertanyaan yang sama dan pria tidak suka itu, misalnya "Berat badanku turun, apa aku terlihat kurus?". Pada awalnya, pria menjawab seperti yang dia lihat. Karena tidak puas dengan jawaban dia, Anda akan mengulang dan terus mengulang pertanyaan yang sama. Pria merasa lelah jika Anda kembali menanyakan pertanyaan yang telah dijawabnya. Akhirnya, pasangan terpaksa berbohong demi membungkam mulut Anda.

2. Tidak Mau Disalahkan
Setiap ada masalah dalam hubungan kalian, Anda selalu menyalahkan pasangan. Wanita sering tidak mau disalahkan. Jika pria mengatakan hal yang sebenarnya, Anda merasa kesal dan marah. Bahkan, Anda bisa menangis ketika pasangan meluapkan semua perasaannya. Hal itu tidak sehat untuk hubungan Anda berdua. Lebih baik coba kendalikan diri dan meminta maaf pada pasangan supaya masalah terselesaikan dengan baik.

3. Memata-matai
Bagaikan detektif, wanita suka mengintai pasangannya. Padahal wanita mempunyai intuisi yang lebih kuat daripada pria. Namun, wanita butuh kepastian sehingga selalu mengecek semua hal yang berkaitan dengan pasangan. Mulai dari siapa saja teman si dia, isi SMS, telepon, jejaring sosial, hingga phonebook pasangan. Dengan demikian, pria akan merasa terkekang dan tidak dipercaya. Cobalah berikan dia kepercayaan agar hubungan Anda semakin harmonis.

4. Melarang Pasangan Bergaul dengan Temannya
Di mata Anda, teman pasangan membawa pengaruh buruk. Untuk itu, Anda melarang dia bergaul dengan teman-temannya. Hal tersebut membuat pria merasa tidak nyaman. Teman si dia sudah hadir sebelum Anda masuk ke dalam kehidupan pasangan. Oleh karena itu, hargai temannya seperti Anda menghargai teman sendiri. Dekati kerabat si dia agar lebih akrab dan tahu kepribadiannya. Mungkin Anda telah salah menilai teman pasangan.

5. Mengajaknya Berbincang di Waktu yang Tidak Tepat
Pasangan pasti senang kalau Anda selalu terbuka dan berbagi dengannya. Namun, bukan berarti Anda terus berbicara serta tidak membiarkan dia mempunyai waktu istirahat. Pria tidak nyaman jika Anda mengajaknya berdiskusi ketika menonton pertandingan atau bercerita mengenai suatu hal menjelang tidur. Coba simpan bahan pembicaraan Anda dan cari waktu yang tepat untuk membahasnya kembali.

6. Terus Mengomel
Anda boleh marah jika pasangan berbuat salah. Namun, jangan memberikan dia omelan yang sama setelah dia mengakui kesalahannya dan berusaha berubah. Perubahan itu butuh proses, tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Anda pun harus mendukung pasangan berubah bukan malah memarahinya karena kesalahan yang sama.

7. Membatasi 'Happy Hour'
Beberapa pria menghilangkan stres dengan 'happy hour' bersama wanitanya. Namun, sebagian wanita suka menolak bahkan membatasi berhubungan intim karena pekerjaan yang menumpuk, lelah, atau bad mood. Dia pun harus menunggu Anda memberikan sinyal kalau ingin melakukan foreplay. Hal itu dapat membuat pria tidak nyaman dan tidak betah di samping Anda.

Jumat, 03 Februari 2012

TAKDIR

TAKDIR

Ketika Mu'awiyah ibn Abi Sufyan  menggantikan  Khalifah  IV,
Ali ibn Abi Thalib (W. 620 H), ia menulis surat kepada salah
seorang sahabat Nabi, Al-Mughirah  ibn  Syu'bah  menanyakan,
"Apakah  doa  yang  dibaca  Nabi  setiap selesai shalat?" Ia
memperoleh jawaban bahwa doa beliau adalah,

"Tiada Tuhan selain  Allah,  tiada  sekutu  bagi-Nya.  Wahai
Allah tidak ada yang mampu menghalangi apa yang engkau beri,
tidak juga ada yang mampu memberi apa yang  Engkau  halangi,
tidak berguna upaya yang bersungguh-sungguh. Semua bersumber
dari-Mu (HR Bukhari).

Doa ini dipopulerkannya untuk  memberi  kesan  bahwa  segala
sesuatu  telah  ditentukan  Allah,  dan  tiada usaha manusia
sedikit pun. Kebijakan mempopulerkan doa ini,  dinilai  oleh
banyak  pakar sebagai "bertujuan politis," karena dengan doa
itu para penguasa Dinasti Umayah  melegitimasi  kesewenangan
pemerintahan  mereka,  sebagai  kehendak Allah. Begitu tulis
Abdul Halim Mahmud mantan Imam Terbesar Al-Azhar Mesir dalam
Al-Tafkir Al-Falsafi fi Al-Islam (hlm- 203).

Tentu   saja,   pandangan   tersebut   tidak  diterima  oleh
kebanyakan ulama.  Ada  yang  demikian  menggebu  menolaknya
sehingga secara sadar atau tidak -mengumandangkan pernyataan
la qadar (tidak ada takdir).  Manusia  bebas  melakukan  apa
saja,  bukankah  Allah  telah menganugerahkan kepada manusia
kebebasan memilih dan memilah? Mengapa manusia harus dihukum
kalau  dia  tidak  memiliki  kebebasan  itu?  Bukankah Allah
sendiri menegaskan,

"Siapa yang  hendak  beriman  silakan  beriman,  siapa  yang
hendak kufur silakan juga kufur" (QS Al-Kahf [18]: 29).

Masing-masing    bertanggung    jawab    pada   perbuatannya
sendiri-sendiri.  Namun   demikian,   pandangan   ini   juga
disanggah.  Ini  mengurangi  kebesaran  dan kekuasaan Allah.
Bukankah Allah Mahakuasa? Bukankah

"Allah menciptakan kamu  dan  apa  yang  kamu  lakukan"  (QS
Al-Shaffat [37]: 96).

Tidakkah  ayat  ini berarti bahwa Tuhan menciptakan apa yang
kita lakukan? Demikian  mereka  berargumentasi.  Selanjutnya
bukankah Al-Quran menegaskan bahwa,

"Apa  yang  kamu  kehendaki, (tidak dapatterlaksana) kecuali
dengan kehendak Allah jua" (QS Al-Insan [76]: 30).

Demikian sedikit dari banyak  perdebatan  yang  tak  kunjung
habis   di  antara  para  teolog.  Masing-masing  menjadikan
Al-Quran sebagai  pegangannya,  seperti  banyak  orang  yang
mencintai si Ayu, tetapi Ayu sendiri tidak mengenal mereka.

Kemudian  didukung  oleh  penguasa yang ingin mempertahankan
kedudukannya, dan dipersubur oleh keterbelakangan umat dalam
berbagai  bidang, meluaslah paham takdir dalam arti kedua di
atas, atau paling tidak, paham yang mirip dengannya

Yang jelas, Nabi dan  sahabat-sahabat  utama  beliau,  tidak
pernah  mempersoalkan takdir sebagaimana dilakukan oleh para
teolog itu. Mereka sepenuhnya  yakin  tentang  takdir  Allah
yang   menyentuh  semua  makhluk  termasuk  manusia,  tetapi
sedikit  pun  keyakinan   ini   tidak   menghalangi   mereka
menyingsingkan   lengan  baju,  berjuang,  dan  kalau  kalah
sedikit pun mereka tidak menimpakan kesalahan kepada  Allah.
Sikap  Nabi  dan  para sahabat tersebut lahir, karena mereka
tidak memahami ayat-ayat Al-Quran secara parsial: ayat  demi
ayat,   atau  sepotong-sepotong  terlepas  dari  konteksnya,
tetapi memahaminya secara utuh, sebagaimana  diajarkan  oleh
Rasulullah Saw.

Takdir dalam Bahasa Al-Quran

Kata takdir (taqdir) terambil dan kata qaddara berasal  dari
akar  kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi
kadar atau ukuran, sehingga jika Anda berkata, "Allah  telah
menakdirkan   demikian,"  maka  itu  berarti,  "Allah  telah
memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat,  atau
kemampuan maksimal makhluk-Nya."

Dari  sekian  banyak  ayat  Al-Quran  dipahami  bahwa  semua
makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka  tidak
dapat melampaui batas ketetapan itu, dan Allah Swt. menuntun
dan menunjukkan mereka arah  yang  seharusnya  mereka  tuju.
Begitu  dipahami  antara lain dari ayat-ayat permulaan Surat
Al-A'la (Sabihisma),

"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi,  yang  menciptakan
(semua  mahluk)  dan  menyempurnakannya, yang memberi takdir
kemudian mengarahkan(nya)" (QS Al-A'la [87]: 1-3).

Karena itu ditegaskannya bahwa:

"Dan matahari beredar di tempat peredarannya Demikian itulah
takdir  yang  ditentukan  oleh (Allah) Yang Mahaperkasa lagi
Maha Mengetahui" (QS Ya Sin [36]: 38).

Demikian pula bulan,  seperti  firman-Nya  sesudah  ayat  di
atas:

"Dan    telah    Kami    takdirkan/tetapkan    bagi    bulan
manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke  manzilah
yang  terakhir)  kembalilah  dia  sebagai bentuk tandan yang
tua" (QS Ya Sin [36]: 39)

Bahkan  segala  sesuatu  ada  takdir  atau  ketetapan  Tuhan
atasnya,

"Dia  (Allah)  Yang  menciptakan  segala  sesuatu,  lalu Dia
menetapkan     atasnya     qadar     (ketetapan)      dengan
sesempurna-sempurnanya" (QS Al-Furqan [25]: 2).

"Dan  tidak  ada  sesuatu  pun  kecuali  pada  sisi  Kamilah
khazanah (sumber)nya; dan Kami tidak  menurunkannya  kecuali
dengan ukuran tertentu" (QS Al-Hijr [15]: 21).

Makhluk-Nya  yang  kecil  dan  remeh  pun diberi-Nya takdir.
Lanjutan  ayat  Sabihisma  yang  dikutip  di  atas  menyebut
contoh, yakni rerumputan.

"Dia    Allah    yang   menjadikan   rumput-rumputan,   lalu
dijadikannya rumput-rumputan itu kering kehitam-hitaman" (QS
Sabihisma [87]: 4-53)

Mengapa  rerumputan  itu  tumbuh  subur, dan mengapa pula ia
layu dan kering. Berapa kadar kesuburan  dan  kekeringannya,
kesemuanya   telah   ditetapkan  oleh  Allah  Swt.,  melalui
hukum-hukum-Nya yang berlaku pada alam raya ini. Ini berarti
jika   Anda  ingin  melihat  rumput  subur  menghijau,  maka
siramilah   ia,   dan   bila   Anda   membiarkannya    tanpa
pemeliharaan,  diterpa panas matahari yang terik, maka pasti
ia  akan  mati  kering  kehitam-hitaman  atau  ghutsan  ahwa
seperti bunyi ayat di atas. Demikian takdir Allah menjangkau
seluruh makhluk-Nya. Walhasil,

"Allah telah menetapkan bagi segala  sesuatu  kadarnya"  (QS
Al-Thalaq [65]: 3)

Peristiwa-peristiwa  yang terjadi di alam raya ini, dan sisi
kejadiannya, dalam kadar atau ukuran tertentu,  pada  tempat
dan  waktu  tertentu,  dan itulah yang disebut takdir. Tidak
ada sesuatu yang terjadi  tanpa  takdir,  termasuk  manusia.
Peristiwa-peristiwa  tersebut  berada  dalam pengetahuan dan
ketentuan Tuhan, yang keduanya menurut sementara ulama dapat
disimpulkan  dalam  istilah  sunnatullah,  atau  yang sering
secara salah kaprah disebut "hukum-hukum alam."

Penulis tidak sepenuhnya cenderung mempersamakan sunnatullah
dengan   takdir.  Karena  sunnatullah  yang  digunakan  oleh
Al-Quran adalah untuk hukum-hukum Tuhan yang  pasti  berlaku
bagi   masyarakat,   sedang   takdir   mencakup  hukum-hukum
kemasyarakatan  dan   hukum-hukum   alam.   Dalam   Al-Quran
"sunnatullah"  terulang  sebanyak  delapan kali, "sunnatina"
sekali, "sunnatul awwalin" terulang  tiga  kali;  kesemuanya
mengacu   kepada   hukum-hukum   Tuhan   yang  berlaku  pada
masyarakat. Baca misalnya QS  Al-Ahzab  (33):  38,  62  atau
Fathir 35, 43, atau Ghafir 40, 85, dan lain-lain.

Matahari,  bulan,  dan  seluruh  jagat raya telah ditetapkan
oleh Allah takdirnya yang tidak bisa mereka tawar,

"Datanglah (hai langit dan bumi) menurut  perintah-Ku,  suka
atau  tidak  suka!"  Keduanya  berkata,  "Kami datang dengar
penuh ketaatan."

Demikian  surat   Fushshilat   (41)   ayat   11   melukiskan
"keniscayaan takdir dan ketiadaan pilihan bagi jagat raya."

Apakah  demikian  juga  yang berlaku bagi manusia? Tampaknya
tidak sepenuhnya sama.

Manusia mempunyai kemampuan terbatas  sesuai  dengan  ukuran
yang  diberikan oleh Allah kepadanya. Makhluk ini, misalnya,
tidak dapat terbang. Ini merupakan salah  satu  ukuran  atau
batas kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Ia tidak
mampu melampauinya,  kecuali  jika  ia  menggunakan  akalnya
untuk  menciptakan  satu  alat, namun akalnya pun, mempunyai
ukuran yang tidak mampu dilampaui.  Di  sisi  lain,  manusia
berada  di bawah hukum-hukum Allah sehingga segala yang kita
lakukan pun  tidak  terlepas  dari  hukum-hukum  yang  telah
mempunyai  kadar  dan  ukuran  tertentu.  Hanya  saja karena
hukum-hukum tersebut cukup banyak, dan kita diberi kemampuan
memilih -tidak sebagaimana matahari dan bulan misalnya- maka
kita  dapat  memilih  yang  mana  di  antara   takdir   yang
ditetapkan   Tuhan   terhadap  alam  yang  kita  pilih.  Api
ditetapkan Tuhan panas dan membakar, angin dapat menimbulkan
kesejukan  atau  dingin;  itu  takdir  Tuhan  -manusia boleh
memilih api yang membakar atau angin yang sejuk. Di  sinilah
pentingnya  pengetahuan  dan  perlunya  ilham  atau petunjuk
Ilahi. Salah satu doa yang diajarkan Rasulullah adalah:

"Wahai Allah, jangan  engkau  biarkan  aku  sendiri  (dengan
pertimbangan nafsu akalku saja), walau sekejap."

Ketika  di  Syam  (Syria, Palestina, dan sekitarnya) terjadi
wabah, Umar  ibn  Al-Khaththab  yang  ketika  itu  bermaksud
berkunjung  ke  sana  membatalkan rencana beliau, dan ketika
itu tampil seorang bertanya:

"Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Tuhan?"

Umar r.a. menjawab,

"Saya lari/menghindar dan  takdir  Tuhan  kepada  takdir-Nya
yang lain."

Demikian juga ketika Imam Ali r.a. sedang duduk bersandar di
satu tembok yang ternyata rapuh,  beliau  pindah  ke  tempat
lain.  Beberapa  orang  di  sekelilingnya  bertanya  seperti
pertanyaan di atas. Jawaban Ali  ibn  Thalib,  sama  intinya
dengan   jawaban   Khalifah   Umar   r.a.  Rubuhnya  tembok,
berjangkitnya penyakit adalah berdasarkan  hukum-hukum  yang
telah ditetapkan-Nya, dan bila seseorang tidak menghindar ia
akan menerima akibatnya. Akibat  yang  menimpanya  itu  juga
adalah  takdir,  tetapi  bila  ia  menghindar dan luput dari
marabahaya  maka  itu  pun  takdir.  Bukankah  Tuhan   telah
menganugerahkan   manusia  kemampuan  memilah  dan  memilih?
Kemampuan ini  pun  antara  lain  merupakan  ketetapan  atau
takdir  yang  dianugerahkan-Nya Jika demikian, manusia tidak
dapat luput dari  takdir,  yang  baik  maupun  buruk.  Tidak
bijaksana  jika  hanya  yang  merugikan  saja  yang  disebut
takdir,  karena  yang  positif  pun  takdir.  Yang  demikian
merupakan  sikap 'tidak menyucikan Allah, serta bertentangan
dengan petunjuk Nabi Saw.,'  "...  dan  kamu  harus  percaya
kepada  takdir-Nya  yang  baik  maupun  yang  buruk." Dengan
demikian, menjadi jelaslah kiranya bahwa adanya takdir tidak
menghalangi  manusia untuk berusaha menentukan masa depannya
sendiri, sambil memohon bantuan Ilahi

Apakah Takdir Merupakan Rukun Iman?

Perlu digarisbawahi bahwa dari sudut pandang studi Al-Quran,
kewajiban  mempercayai  adanya  takdir tidak secara otomatis
menyatakannya sebagai satu di antara rukun iman  yang  enam.
Al-Quran  tidak  menggunakan  istilah  "rukun" untuk takdir,
bahkan  tidak  juga  Nabi  Saw.  dalam  hadis-hadis  beliau.
Memang,  dalam  sebuah  hadis  yang diriwayatkan oleh banyak
pakar hadis, melalui sahabat  Nabi  Umar  ibn  Al-Khaththab,
dinyatakan   bahwa   suatu   ketika  datang  seseorang  yang
berpakaian sangat  putih,  berambut  hitam  teratur,  tetapi
tidak  tampak pada penampilannya bahwa ia seorang pendatang,
namun, "tidak  seorang  pun  di  antara  kami  mengenalnya."
Demikian  Umar r.a. Dia bertanya tentang Islam, Iman, Ihsan,
dan saat kiamat serta tanda-tandanya. Nabi  menjawab  antara
lain dengan menyebut enam perkara iman, yakni percaya kepada
Allah,  malaikat-malaikat-Nya,  kitab-kitab-Nya,  Rasul-
rasulNya, hari  kemudian, dan "percaya  tentang takdir-Nya
yang baik dan yang buruk." Setelah sang penanya pergi, Nabi
menjelaskan bahwa,

"Dia itu Jibril, datang untuk mengajar kamu, agama kamu."

Dari  hadis  ini,  banyak  ulama  merumuskan enam rukun Iman
tersebut.

Seperti dikemukan di atas, Al-Quran tidak  menggunakan  kata
rukun,  bahkan  Al-Quran  tidak  pernah menyebut kata takdir
dalam satu rangkaian  ayat  yang  berbicara  tentang  kelima
perkara  lain  di  atas.  Perhatikan  firman-Nya dalam surat
Al-Baqarah (2): 285,

"Rasul percaya tentang apa yang  diturunkan  kepadanya  dari
Tuhannya, demikian juga orang-orang Mukmin. Semuanya percaya
kepada   Allah,   malaikat-malaikat-Nya,    kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian."

Dalam QS Al-Nisa' (4): 136 disebutkan:

"Wahai  orang-orang  yang beriman, (tetaplah) percaya kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan kepada kitab yang diturunkan kepada
Rasul-Nya,  dan  kitab  yang  disusunkan sebelum (Al-Quran).
Barangsiapa yang tidak percaya kepada  Allah,  malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya,  Rasul-rasul-Nya,  dan  hari kemudiam, maka
sesungguhnya dia telah sesat sejauh-jauhnya."

Bahwa kedua ayat di atas tidak menyebutkan  perkara  takdir,
bukan  berarti  bahwa  takdir tidak wajib dipercayai. Tidak!
Yang  ingin   dikemukakan   ialah   bahwa   Al-Quran   tidak
menyebutnya sebagai rukun, tidak pula merangkaikannya dengan
kelima perkara lain yang disebut dalam hadis Jibril di atas.
Karena  itu, agaknya dapat dimengerti ketika sementara ulama
tidak menjadikan  takdir  sebagai  salah  satu  rukun  iman,
bahkan dapat dimengerti jika sementara mereka hanya menyebut
tiga hal pokok, yaitu keimanan kepada Allah,  malaikat,  dan
hari  kemudian.  Bagi penganut pendapat ini, keimanan kepada
malaikat mencakup keimanan tentang apa yang mereka sampaikan
(wahyu Ilahi), dan kepada siapa disampaikan, yakni para Nabi
dan Rasul.

Bahkan  jika  kita  memperhatikan   beberapa   hadis   Nabi,
seringkali  beliau hanya menyebut dua perkara, yaitu percaya
kepada Allah dan hari kemudian.

"Siapa yang percaya kepada Allah  dan  hari  kemudian,  maka
hendaklah  ia  menghormati tamunya. Siapa yangpercaya kepada
Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia  menyambung  tali
kerabatnya.   Siapa  yang  percaya  kepada  Allah  dan  hari
kemudian, maka hendaklah ia berkata benar atau diam."

Demikian salah satu sabdanya yang diriwayatkan oleh  Bukhari
dan Muslim melalui Abu Hurairah.

Al-Quran  juga  tidak  jarang  hanya  menyebut dua di antara
hal-hal yang wajib  dipercayai.  Perhatikan  misalnya  surat
Al-Baqarah (2): 62,

"Sesungguhnya  orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
Nasrani, Shabiin (orang-orang yang  mengikuti  syariat  Nabi
zaman  dahulu,  atau orang-orang yang menyembah bintang atau
dewa-dewa), siapa saja di  antara  mereka  yang  benar-benar
beriman  kepada  Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh,
maka mereka akan menerima  ganjaran  mereka  di  sisi  Tuhan
mereka,  tidak  ada  rasa  takut atas mereka, dan tidak juga
mereka akan bersedih."

Ayat ini  tidak  berarti  bahwa  yang  dituntut  dari  semua
kelompok yang disebut di atas hanyalah iman kepada Allah dan
hari kemudian, tetapi bersama keduanya  adalah  iman  kepada
Rasul,   kitab  suci,  malaikat,  dan  takdir.  Bahkan  ayat
tersebut dan semacamnya hanya menyebut dua hal pokok, tetapi
tetap  menuntut  keimanan  menyangkut  segala  sesuatu  yang
disampaikan oleh Rasulullah Saw., baik  dalam  enam  perkara
yang  disebut  oleh  hadis  Jibril  di  atas, maupun perkara
lainnya yang tidak disebutkan.

Demikianlah pengertian takdir dalam  bahasa  dan  penggunaan
Al-Quran

Shihab, M.Quarish.1996. Wawasan Al Qur'an : Tafsir Madhu'i atas Pelbagai  Persoalan Umat.Bandung:  Mizan